Kamis, 07 Februari 2013

OBAT SISTEM SARAF (golongan analgesik antipiretik)

ANALGESIK ANTIPIRETIK


Analgesik



adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut.
 Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.


Gejala Nyeri dapat digambarkan sebagai rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang – timbul dan berbeda tempat nyeri.
  Apa yang menyebab kan nyeri ?


Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini.
 Penanganan Nyeri


Obat-obat yang dapat mengurangi nyeri antara lain:
· 
Golongan Para amino fenol à asetaminofen (Parasetamol ), fenasetin
Golongan Pirazolon à dipiron (antalgin)
·  
Derivat Asam Salisilat à Aspirin, Benorilat, Diflunisal, Salsalat
        
1 Derivat.As.Fenamat à As.Mefenamat, Meklofenamat
2 Derivat Asam Propionat à As.Tiaprofenat, Fenbufen, Flurbiprofen, Ibuprofen, Ketoprofen, Naproksen
3 Derivat As.Fenilasetat à Diklofenak, Fenklofenak
 Analgetika
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetik dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetik narkotik dan analgetik non-narkotik. Analgetik Narkotik
Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi, dan kolik usus atau ginjal. Analgetik narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi
Analgetik Non-narkotik
Analgetik non-narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetik ringan. Analgetik non-narkotik bekerja menghambat enzim siklooksigenase dalam rangka menekan sintesis prostaglandin yang berperan dalam stimulus nyeri dan demam. Karena itu kebanyakan analgetik non-narkotik juga bekerja antipiretik. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Berdasarkan struktur kimia, analgetik non narkotik dibagi 7 kelompok antara lain :
I. Turunan Asam Salisilat
Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik. Obat ini bisa digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Penggunaan asam salisilat tidak pernah dilakukan secara per oral karena terlalu toksik. Efek samping nya adalah iritasi lambung karena gugus karboksilat bersifat asam. Senyawa-senyawa turunan asam salisilat seperti aspirin, salisilamid, diflunisal lebih banyak digunakan. Untuk meningkatkan aktivitas analgesik antipiretik dan mengurangi efek sampingnya dapat dilakukan dengan 4 jalan yaitu :
a. Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester maupun amida. Contoh : metil salisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat & salisilamid
b. Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh : aspirin (asam aseti salisilat), salisil.
c. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Berdasarkan pada prinsip salol, senyawa secara in vivo akan terhidrolisis menjadi aspirin. Contoh : aluminium aspirin dan karbetil salisilat.
d. Memasukkan gugus OH pada cincin aromatik atau menambah gugus lain. Contoh : diflunisal, flufenisal, meseklazon.
Hubungan struktur dan aktivitas pada turunan asam salisilat
1. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dengan gugus hidroksil harus berdekatan.
2. Turunan halogen seperti 5-klorsalisilat dapat menambah aktivitas namun memiliki toksisitas yang lebih besar.
3. Pemasukan gugus amino pada posisi 4 akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
4. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 akan menyebabkan metabolisme gugus asetil menjadi lebih lambat.
5. Penambahan gugus aril pada posisi 5 akan meningkatkan aktivitas.
6. Adanya gugus difluorofenil pada posisi para dengan karboksilat (misal diflunisal) akan menambah aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping (iritasi saluran cerna).
7. Iritasi lambung pada aspirin ditujukan pada gugus karboksilat sehingga esterifikasi gugus akan mengurangi efek iritasi.

II. Turunan Anilin & para Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol memiliki aktivitas sebagai analgesik antipiretik namun tidak memiliki aktivitas sebagai antiradang dan antirematik. Efek samping yang sering terjadi adalah methaemoglobin dan hepatotoksik. Contoh : asetaminofen, asetanilid, dan fenasetin.
Hubungan struktur aktivitas pada turunan anilin dan p-aminofenol
1. Anilin memiliki aktivitas antipiretik yang tinggi namun efek sampingnya juga besar karena menyebabkan methaemoglobin (Hb dalam bentuk ferri, tidak dapat berfungsi membawa oksigen).
2. Substitusi pada gugus amino mengurangi kebasaan sehingga mengurangi aktivitas dan efek sampingnya.
3. Turunan aromatik pada asetanilid dan benzanilid sukar larut dalam air, tidak dapat membawa cairan tubuh ke reseptor sehingga mengurangi aktivitasnya. Salisilanilid meskipun tidak memiliki efek antipiretik namun dapat digunakan sebagai antijamur.
4. Para-aminofenol merupakan produk metabolit dari anilin dan memiliki toksisitas lebih rendah namun masih terlalu toksik untuk digunakan sebagai obat sehingga perlu modifikasi strukturnya.
5. Asetilasi pada gugus amino pada p-aminofenol dapat mengurangi efek samping.
6. Esterifikasi pada gugus hidroksi dengan metil (anisidin), etil (fenetidin) meningkatkan efek analgesik namun karena masih mengandung amina bebas, dapat menyebakan methaemoglobin.
7. Pemasukan gugus polar, gugus karboksilat ke dalam inti benzen, akan menghilangkan aktivitas.
8. Etil eter dari asetominophen (fenasetin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi namun penggunaan jagka panjang dapat mengakibatkan methaemoglobin, kerusakan ginjal, dan karsinogenik.
9. Ester salisilat pada asetaminofen (fenetsal) mengurangi efek toksis dan emnambah aktivitas analgesik.

III. Turunan 5-Pirazolon & Pirazolidindion
Mengurangi rasa skt nyeri kepala, nyeri spasma usus, ginjal, sal empedu&urin, neuralgia, migrain,dismenerhu, nyeri gigi, nyeri rematik. Efek samping : agranulositosis pada bbrp kasus dpt berakibat fatal. Contoh : antipirin, amidopirin, dan metampiron.
a. Antipirin (fenazon)
Mempunyai aktivitas analegsik antipiretik setara dengan asetanilid. Efek samping agranulositosis lebih besar dan memiliki efek paralisis pada saraf sensorik dan motorik sehingga digunakan untuk anestesi lokal dan vasokontriksi pada pengobatan laringitis dan rinitis. Dosis larutan 5-15 %
b. Amidopirin
Memiliki aktivitas analgesik setara antipirin. Absorbsi obat dalam saluran cerna lebih cepat dengan waktu paro 2-3 jam dan 25-30% terikat dengan protein plasma.
c. Metampiron
Metampiron merupakan analgesik yang cukup populer di Indonesia. Metapiron terabsorbsi cepat dalam saluran cerna dan cepat termetabolisme di hati. Dosis yang digunakan adalah 50mg 4 kali sehari.
Pada turunan pirazolidindion memiliki gugus keto pada C3 sehingga dapat membentuk enol aktif yang mudah terionisasi.
Hubungan struktur aktivitas turunan pirazolidindion
1. Substitusi atom H pada C4 dengan gugus metil menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat membentuk gugus enol.
2. Penggantian 1 atom N pada inti pirazolidindion dengan atom O, pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan penggantian gugus n-butil dengan gugus alil atau propol tidak memengaruhi aktivitas antiradang.
3. Penggantian inti benzen dengan siklopentan atau sikloheksan akan menghilangkan aktivitas.
4. Penigkatan keasaman akan mengurangi efek antiradang dan meningkatkan efek urikosurik.
IV. Turunan Asam N-Arilantranilat
Turunan asam N-antranilat merupakan analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan ini memiliki antiradang pada pengobatan rematik, mengurangi rasa nyeri pada nyeri ringan dan moderat. Efek samping iritasi saluran cerna, diare, mual, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, dan trombositopenia. Contoh : Asam mefenamat, asam flufenamat, asam meklofenamat
Hubungan struktur aktivitas turunan asam antranilat
1. Aktivitas lebih tinggi jika pada inti benzen yang memunyai atom N dengan posisi 2,3, dan 6.
2. Senyawa yang aktif adalah turunan senyawa 2,3 disubstitusi.
3. Memilikiaktivitas lebih tinggi jika gugus pada N-aril di luar koplanaritas asam antranilat.
4. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan reseptor hipotetik antiradang.
5. Adanya substitusi pada o-metil pada asam mefenamat dan o-klor pada asam meklofenamat meningkatkan aktivitas analgesik.
6. Penggantian atom N pada asam mefenamat dengan senyawa isosterik seperti O,S, CH2 menrurunkan aktivitas.

V. Turunan Asam Arilasetat & Heteroarilasetat
Turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat memiliki aktivitas cukup tinggi namun efek samping pada saluran cerna cukup besar. Contoh : diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, fenoprofen, namoksirat, dan fenbufen
Hubungan struktur aktivitas turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat
1. Mempunyai gugus karboksil atau ekivalennya seperti asam enolat, asma hidroksamat, sulfonamida, tetrasol yang terpisah oleh 1 atom C dari inti aromatik datar.
2. Adanya gugus α-metil pada rantai samping asetat dapat meningkatkan aktivitas antiradang. Contoh : ibufenak tidak mempunyai gugus α-metil dan bersifat hepatotoksik. Makin panjang rantai C, aktivitas semakin rendah.
3. Adanya α-substitusi senyawa bersifat optis aktif dan kadang-kadang isomer 1 lebih aktif dibanding yanglain. Konfigurasi yang aktif adalah bentuk isomer S. Contoh : S(+) ibuprofen lebih aktif dibanding isomer (-). Sedangkan isomer (+) dan (-) fenoprofen mempunyai aktivitas yang sama.
4. Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada C inti aromatik pada posisi meta atau para dari gugus asetat.
5. Turunan ester dan amida juga memunyai aktivitas antiradang karena secara in vivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya.

VI. Turunan Oksikam
Turunan ini umumnya bersifat asam, mempunyai efek antiradang, analgesik, antipiretik, efektif untuk pengobatan simtomatik rematik atritis, osteoartritis, dan antipirai.
Contoh : piroksisam, tenoksisam, isoksisam.
a. Piroksisam
Piroksisam memilikiefek analgesik, antirematik, antiradang setara dengan indometasin dengan masa kerja yang cukup panjang. Piroksisam memiliki efek samping iritasi saluran cerna yang cukup besar. Piroksisam terserap dengan baik pada saluran cerna, 99% obat terikat pada protein plasma. Kadar tertinggi plasma pada 3-5 jam setelah pemberian oral dengan waktu paro plasma 30-60 jam.
b. Tenoksisam
Tenoksisam mempunyai aktivitas antiradang , analgesik-antipiretik dan juga menghambat agregasi platelet. Tenoksisam terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka. Efek iritasi saluran cerna cukup besar dengan waktu paro 72 jam.


Sumber :
http://riskamsekali.wordpress.com

http://www.farmasiku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar